Terasyik

6/recent/ticker-posts

Bukan Yahudi, Ancaman Itu Datang dari Istri Kita Sendiri


Koleksi kaset pita. Foto-PJM

Kaset pita memang sudah banyak dilupakan orang. Tapi di wilayah yang lain, benda ini sudah menjadi barang berharga dan jadi buruan para kolektor dan tentu saja para pecintanya. 

Saya memang pemain baru dalam dunia perkasetan ini. Meski dulu, saat SD sampai SMP juga sempat menikmati musik melalui kaset pita, tapi kemudian kebiasaan mendengarkan musik melalui kaset pita ini saya tinggalkan seiring dengan makin populernya format CD dan MP3 yang juga berdampak pada perubahan budaya mendengarkan musik di masyarakat kita. 

Tapi kebiasaan saya itu kemudian berubah dan seperti kembali ke masa lalu setelah saya bertemu dengan Dosen ULM Banjarmasin, Sumasno Hadi. Ia yang merupakan kolektor kaset pita di Banjarmasin menularkan "virus kaset pita" kepada saya. Ia kemudian merelakan tape deck merk Fisher yang bergaya klasik untuk saya ambil alih dengan mahar yang cukup murah, hanya Rp 300 ribu. 

Sejak saat itu, saya mulai meresapi nikmatnya mendengarkan lagu melalui album fisik. Saya mulai mendengarkan secara perlahan dan memperhatikan detil-detilnya. Dan ternyata benar, keluaran suaranya memang beda. Detil-detil suara alat musiknya terdengar dengan baik. Apalagi jika kaset pita yang kita gunakan memang berkualitas baik; tidak berjamur dan pitanya mulus. Saya pun jadi anu; ketagihan. 

Mulai lah saya berburu album musik favorit saya, dari album-album Koes Plus, Iwan Fals, Rhoma Irama, Ebiet G Ade, Gombloh, God Bless, Dewa 19, Padi, Sheila On 7, dan kata Bang Rhoma: banyak lagi yang lainnya... 

Album musik luar negeri pun langsung saya buru. Dimulai dari album-album The Beatles, Queen, Elvis Presley, Led Zeppelin, Oasis, U2, dan seterusnya, dan lain sebagainya. Rata-rata band luar negeri yang saya gemari memang berada dalam wilayah rock. Tapi itu bukan berarti saya tak menyukai genre lainnya. Saya termasuk pemakan segala, dari pop, jazz, reggae, bahkan metal. Tapi memang sampai sejauh ini saya belum berhasil mengumpulkan semuanya. 

Istimewanya, dengan mendengarkan kaset pita dalam format album, kita bisa mengetahui kualitas karya secara utuh. Dalam musik populer, memang ada sejumlah musisi yang menerapkan album secara tematik dan konseptual yang jika didengarkan hanya dari satu dua lagunya saja, ya, nggak asyik. Tapi memang tidak semua orang menyukai cara ini. Kembali ke selera masing-masing. 

Hal lain yang barangkali tidak diketahui orang awam dalam dunia perkasetan adalah kenyataan bahwa harga kaset pita bisa sangat mahal. Saya bahkan pernah mendengar harga kaset yang dijual seharga Rp 300 ribu, bahkan sampai jutaan rupiah. 

Saya jadi ingat, tahun 2010, saya pernah membeli kaset pita double album The Beatles Live At BBC seharga Rp 300 ribu yang satu kasetnya dihargai Rp 150 ribu. Bayangkan saja, itu tahun 2010. Kalau sekarang, meskipun ada yang ingin membeli seharga Rp 500 ribu untuk satu kaset, saya pasti masih akan berpikir panjang. Dan tentu saja saya tidak yakin untuk menjualnya. Bukan apa-apa, nyarinya itu, lho, susah...

Jika diambil rata-rata, misalnya satu kaset saya dihargai Rp 50 ribu per kaset, maka bisa dihitung 50 ribu x 200 kaset. Jumlahnya? Ya, hitung saja sendiri. 

Tapi sekali lagi, tidak mungkin saya menjual kaset yang sudah susah payah saya dapatkan dengan harga segitu. Meski saya membeli album Pink Floyd berjudul The Wall (1979)  hanya seharga Rp 10 ribu, saya nggak akan mau menjualnya dengan harga hanya Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu. 

Atau kaset Koes Plus versi Remaco yang memang cukup sulit dicari. Saya membelinya dengan harga yang cukup mahal. Satu kaset kira-kira Rp 60 ribuan. Sekarang, saya tak mungkin menjual sesuatu yang saya dapatkan dengan susah payah itu dengan harga murah. Kalau ada yang mau beli satu kaset Rp 250 ribu, ya, boleh lah. Saya akan memikirkannya. Walaupun saya tetap tidak yakin akan menjualnya. Heuheu...

Setelah mendengarkan cerita saya soal perkasetan ini, istri saya agak terperangah. Dia lalu mengatakan sesuatu yang menghujam ulu hati saya…

"Makanya jangan macam-macam, ya. Atau kasetnya nanti saya jual semua…"

Saya gak paham apa maksud perkataannya itu. Tapi barangkali tak cuma soal kaset, apapun hobi suami memang berada di dalam ancaman yang serius jika sudah diketahui oleh istri kita sendiri.

Ya, dalam perkara ini, istri kita tentu lebih menakutkan dari konspirasi Yahudi...

Posting Komentar

1 Komentar